Senin, 07 November 2011

SENGKALAN (SAKA KALA)

Apakah itu yang disebut dengan sengkalan? Sengkalan itu berasal dari kata sansekerta ( Sak   + kala ) saka + kala. Saka berarti salahsatu tahun yang digunakan oleh umat Hindu. Sedangkan Kala memiliki arti waktu atau perhitungan. Kata saka kala selanjutnya berubah menjadi sangkalan atau sengkalan.     

Sengkalan itu dapat diartikan sebagai kata-kata yang digabung menjadi kalimat dan memiliki arti angka tahun tertentu. Sedangkan penggabungan sengkalan tersebut dengan cara kebalikan artinya dalam membaca dengan cara dibalik. Sebagai contoh: Lungiding Wasita Ambuka Bawana  Kata lungiding memiliki arti angka 5 dan dalam kategori  ékan sehingga dibaca sebagai angka lima (5). Kata wasita memiliki arti angka 7 dan dalam kategori angka puluhan (dasan) sehingga dibaca tujuhpuluh (70). Kata Ambuka memiliki arti angka 9 dan dalam kategori angka ratusan ( atusan) sehigga dibaca Sembilan ratus (900). Sedangkan kata Bawana memiliki arti angka 1 dan dapat dibaca sebagai seribuan (éwon)  sehingga dibaca seribu (1000). Sehingga sengkalan itu dapat dibaca 1975 ( seribu Sembilan ratus tujuh puluh lima).

Menurut wujudnya sengkala dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

1. Suryasengkala, sengkalan yang dibuat untuk menandai tahun surya (matahari). Contohnya: Pusakaning Dwi Pujangga Nyawiji. Kata Pusaka memiliki arti angka 5, Dwi memiliki arti angka 2, kata Pujangga memiliki arti angka 8, kata Nyawiji memiliki arti angka 1. sehingga dapat dibaca 5281 dan merupakan sangkalan untuk tahun 1825.
2. Candrasengkala, sengkalan yang dibuat untuk menandai tahun candra (bulan). Sengkalan angka tahun 1400 sebagai tanda berdirinya kerajaan Majapahit dapat ditulis ;

?si/nail=k/tnNi=bumi.
 (Sirna Ilang Kartaning Bumi)

Sirna Ilang kartaning Bumi dapat diuraikan sebagai berikut: Sirna (Lenyap) memiliki arti angka 0, Ilang (Hilang) memiliki arti angka 0, Kartaning memiliki arti angka 4, dan Bumi memiliki arti angka 1. Sehingga sengkalan itu jika dibalik menandakan angka tahun candra 1400.

Menurut jenisnya sengkalan dibagi menjadi 3  ( tiga ) ;
1. Sengkalan lamba, sengkalan kalimat yang dibuat  dengan kata-kata pilihan.Contohnya;
?butngsiji.
(Buta Lima Naga Siji)

2.  Sengkalan miring, sengkalan kalimat dengan menggunakan kata-kata miring/aneh yang berasal dari kata-kata pada sengkalan lamba. Tuladhanipun ;
?luzifFi=wsitamB|kbwn. 
(Lungiding Wasita Ambuka Bawana)

Kata lungiding memiliki arti yang sama dengan Landep yang memiliki arti tajamnya alat    (gaman) yang memiliki arti angka 5. Kata waskita memiliki arti angka 7 (tujuh).Kata ambuka memiliki arti yang sama dengan lawang (pintu), gapura yang memiliki arti angka 9. sedangkan kata bawana memiliki arti yang sama dengan kata Bumi yang berangka 1.

3. Sangkala Memet, sangkalan yang tidak dibuat dengan kalimat atau kata-kata, namun menggunakan gambar.  Dik Gajah Tinunggangan Jalma” . Sangkalan itu memiliki  angka tahun 1785.

Saudara yang berbahagia, sekilas tentang sengkalan ini semoga dapat menambah pengetahuan kita dan menjadikan kita sebagai umat Hindu jawa untuk selalu menjunjung tinggi tradisi yang telah diwariskan oleh pendahulu kita. Semoga bermanfaat. Santih.



Sabtu, 05 November 2011

HIDUP ADALAH KERJA


Manusia secara kodrat mempunyai kemampuan yang lebih bila dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Kita dikaruniai sabda, bayu, dan idep. Ini yang membedakan dengan makhluk lain. Dengan kelebihan ini seharusnya manusia mau melakukan kerja sebagai swadharma sebagai makhluk yang dinamis. Memuja Tuhan tidak hanya dengan mencakupkan kedua tangan kita di pura. Dengan bekerja tanpa mengharapkan hasil juga dapat dikatakan memuja Tuhan. Jika kita seorang rohaniawan maka berilah pencerahan kepada masyarakat, jika seorang seniman maka mari kita hasilkan karya seni yang indah, dan jika kita seorang petani jadilah petani yang sejati yang ulung. Dan jika  seorang pelajar maka jadilah pelajar yang berprestasi. Kita tidak boleh menghindar dari kerja. Waktu tidak dapat terulang sehingga kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya.

Dalam Bhagavadgita III. 5 dijelaskan: Walaupun untuk sesaat jua tidak seorangpun untuk tidak berbuat, karena setiap manusia dibuat tidak berdaya oleh hukum alam, yang memaksanya bertindak. Selanjutnya dalam Bhagavadgita V. 10 dijelaskan: Mereka yang mempersembahkan semua kerjanya kepada Brahman, berbuat tanpa motif keingiunan apa-apa, tidak terjamah oleh dosa papa, laksana daun teratai dengan air. Sloka tersebut tidak mengajarkan kepada kita untuk menjadi bodoh. Misalnya ada orang bertanya, apakah anda mau kerja sebagai karyawan pabrik tidak digaji? Bukan seperti ini maksudnya. Artinya dipikirkan tidak dipikirkan, dipusingkan dan tidak dipusingkan seorang  karyawan pasti menerima gaji setiap bulan. Jika kita bekerja maka hasil itu akan mengikuti dengan sendirinya, jadi mengapa harus dipusingkan?

Umat Se-dharma yang berbahagia, dalam agama Hindu dijelaskan konsep Catur warna yang  pernah disalah artikan sebagai  system kasta.  Pemahaman yang benar tentang Catur Warna adalah sistem pembagian kerja berdasarkan keahlian masing-masing. Semua mempunyai  swadharma masing-masing. Tidak ada pembedaan  disini. Walaupun profesi kita sebagai tukang sapu di pura pahala sama dengan seorang pemangku jika orang tersebut mau melakukan tugasnya dengan benar. Lakukan swadharma masing-masing dengan benar. Seperti dijelaskan dalam  Bhagavadgita III.35 dijelaskan:

Sreyan svadharmo vigunah
Paradharmat svanusththitat
Savadharme nidhanam sreyah
Paradharmo bhayavahah

Artinya:

Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tiada sempurna  dari pada dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik, lebih baik mati dalam tugas sendiri dari pada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya.

Dalam Sloka tersebut memberikan wejangan kepada kita sebagai umat Hindu untuk mengerti apa sebenarnya tugas yang harus kita lakukan dalam sebuah profesi yang kita miliki. Sebagai contoh Seorang pelajar harus belajar karena itu swadharmanya, jika tidak dia akan akan hancur (tidak naik kelas atau nilainya jelek)seorang penunggu pura misalnya jika dia tidak nyapu maka bisa jadi dia dimarahi umat atau ketua otoritanya.

Demikianlah pentingnya kita bekerja tanpa mengaharapkan hasil. Lakukan swadharma kita masing-masing, jangan melakukan swadharma orang lain. Kita harus ikut memutar roda kehidupan karena dalam sastra suci dijelaskan bahwa barang siapa tidak bekerja maka dia dianggap berdosa karena lalai dengan kewajiban dan dia tidak akan mencapai kebahagian di dunia dan moksa. 
Demikianlah wacana dharma ini kami tulis, mudah-mudahan ibermanfaat bagi kita semua, dan memberi pemahaman yang benar bagi kita tentang  pelaksanaan kerja. semoga Tuhan selalu menyertai kita semua. 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons