Minggu, 18 Desember 2011

Mulailah Menyayangi Tuhan


Pada suatu hari saya tidak sengaja memilih-milih channel Televisi. Setelah beberapa saat saya berhenti pada salah satu acara tentang ceramah agama Hindu. Acara tersebut saya simak sampai selesai dan dalam bulletin ini akan saya rangkumkan apa yang dibahas disana.

Saudara umat sedharma, ada sebuah pertanyaan besar dalam pikiran saya, atau mungkin pernah tercetus dalam pikiran saudara, yaitu: “Untuk apa kita dilahirkan kedunia ini?”. Pertanyaan itu akhirnya terjawab sudah. Saudara, Menurut Veda dijelaskan bahwa apa yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara saja (tiada yang kekal) seperti tubuh ini yang tidak kekal. Dijelaskan pula bahwa sebenarnya dilahirkan ke dunia ini adalah Samsara/ Sangsara atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan “Sengsara”.  Mengapa demikian? Dalam Bhagavad Gita di jelaskan bahwa di Dunia ini ada 4 hal yang merupakan sumber kedukaan. Pertama adalah Kelahiran. Kelahiran kembali (Punarbhawa) menurut ajaran Hindu merupakan dampak dari perbuatan kita pada kehidupan terdahulu. Kita yang belum dapat mencapai Moksa, maka akan selalu dilahirkan-dilahirkan dan dilahirkan. Bayi yang baru dilahirkan hampir 99% akan menangis, tangisannya menandakan bahwa sang atman yang menghidupkan si Bayi merasakan kedukaan di lahirkan kembali ke dunia ini.

Kedua, Sakit merupakan sumber kedukaan selanjutnya. Apakah anda merasakan juga bahwa Sakit adalah hal yang tidak mengenakkan? Saudara, ketika kita sakit, makanan enak pun terasa pahit, minuman manis pun terasa pahit….sungguh tersiksalah diri kita. Kita yang biasa beraktifitas dengan semangat, kini hanya terbaring dan tak mampu pergi kemana-mana. Kita tidak bisa pergi ke tempat yang kita sukai… Sungguh tersiksa lagi..
Lain lagi ketika kita sakit hati...mendapatkan kata-kata yang tidak enak dari teman atau orang lain  akan terasa menyakitkan. Lebih parah lagi ketika kita sakit jiwa, kita akan dikucilkan oleh orang lain, dirantai seperti binatang, tidak tau mana yang baik dan mana yang buruk...sungguh tersiksa lagi hidup ini.

Ketiga, Masa tua adalah sumber kedukaan ketiga. Saat masa tua ketika rambut sudah memutih, kita akan merasa bahwa hidup ini sudah sampai pada titik dimana kita harus sadar bahwa kita harus mengurangi kebiasaan waktu masih muda. Jika kita sudah tua kita akan berpikir bahwa hidup ini tak akan lama lagi..kesedihan, kedukaan mulai muncul dalam pikiran kita. Pandangan sudah mulai kabur, Pendengaran kita sudah mulai berkurang...Misalnya ada cucu yang bertanya A mungkin kita menjawab B, bertanya C dijawab D. Kita sudah tidak secantik atau setampan dulu, kulit wajah mulai keriput dan jelek. Kita sudah tidak segagah dahulu, kini berjalan saja harus memakai tongkat sebagai kaki ke-3 kita. Selain itu makanan enak, daging dan lainnya pun sudah tidak enak lagi.  Kita kemudian bilang: Sungguh sedih hidup ini…

Keempat, Hal yang menyebabkan kedukaan adalah kematian. Kematian adalah hal yang menakutkan. Apakah Anda akan mendaftarkan diri lebih cepat? Mungkin kita akan menjawab “ Tidak”. Kata “  Tidak “ itu mengekpresikan bahwa ada “ sesuatu” dalam kematian itu, mungkin karena kita belum siap atau karena ketakutan ketika melihat ada orang meninggal.

Saudara umat se-dharma, itulah mengapa Dunia ini dikatakan sebagai tempat samsara (kesengsaraan). Untuk menjawab pertanyaan diawal, dalam kitab Sarassamucaya  Sloka 4 dijelaskan bahwa sebenarnya kita mendapatkan tubuh manusia ini merupakan keberuntungan. Mengapa demikian? Karena dengan tubuh manusia ini kita dapat memperbaiki diri dan dapat mengurangi sisa karma yang pernah kita lakukan pada kehidupan terdahulu dengan jalan kebaikan (Dharma). Ada sebuah Sloka yang menjelaskan betapa pentingnya tubuh manusia ini, yang berbunyi: “Moksanam Sariram Sadhanam” yang artinya Tubuh ini merupakan alat untuk mencapai moksa.

Oleh karena itu marilah kita mulai saat ini ber usaha untuk membersihkan sisa karma kita            dengan jalan menyucikan badan ini baik jasmani maupun rohaninya. Secara jasmani dengan jalan mandi. Secara rohani kita dapat mendisiplinkan diri dengan cara simpel yaitu Sembahyang atau Meditasi.

Serahkan diri kepada-Nya. Setiap orang tidak bisa menghindari suka duka lara pati yaitu suka duka penderitaan dan kematian. Pada waktu menikmati kesukaan umumnya orang lupa kepada Tuhan, tetapi bila penderitaan menimpa atau kematian mendekatinya, orang baru ter   ingat kepada Tuhan. Sejak lahir manusia diperkenalkan dengan isi duniawi. Tidak pernah memikirkan apalagi berterimakasih kepada pemilik dari benda-benda itu. Sudah sepatutnyalah berburu kesenangan duniawi itu dikurangi dan dikendalikan dan mengalihkan pandangan kepada Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Kesenangan akan benda-benda duniawi  tidak pernah akan dapat dipuaskan dengan memenuhi  kesenangan itu sendiri.   

 Kebahagiaan sejati tidak pernah akan terdapat didalam kekayaan yang melimpah atau pemuasan hawa nafsu yang tidak terbatas. Kesenangan yang hampa dan selalu diikuti oleh kedukaan adalah hasil perburuan ter hadap benda-benda duniawi.

Dimana kebahagiaan dapat dicari? Kembalilah kepada Tuhan! Serahkan diri kepada -Nya! Milikilah Tuhan, maka kebahagiaan akan dirasakan dan semua kesenangan duniawi itu tidak ada artinya. Untuk apa kita memiliki ciptaan-ciptaan beliau, yang berupa benda duniawi? Bukankah lebih penting memiliki Tuhan itu sediri?.

Bila anda menghadapi pekerjaan berat penuh bahaya, keragu-raguan dan ketakutan mungkin menghantui diri anda untuk menghilangkannya keragu-raguan itu sebutlah nama Tuhan, bahkan menurut ajaran agama Hindu setiap apapun yang akan anda lakukan sebelum memulai pekerjaan itu         didahului dengan mengucapkan Om. Om adalah simbul nama Tuhan menurut Hindu. Setiap memulai pekerjaan, pikiran dipusatkan sejenak kepada Tuhan dengan menyebut nama-Nya, mohon restu-Nya. Penyebutan nama Tuhan memberikan kegairahan dan mengundang keberhasilan anda. Sebaliknya anda tidak akan berani berbuat menyimpang dari ajaran agama, anda akan takut berbuat sesuatu yang tidak direstui Tuhan.

Kita hidup di dunia ini diibaratkan seperti anak kecil yang penakut mau pipis malam hari begitu ia melihat bayang-bayang gelap, dia sangka itu hantu. Lalu menjerit memanggil ibunya. Ketika sang ibu sudah datang dan menolong, dihatinya ada ketenangan tanpa ketakutan. Begitulah bila anda memanggil nama Tuhan, Tuhan dalam sekejap akan ada di samping anda untuk menenteramkan hati anda. Maka mulai sekarang ini mari kita dekati dan menyayangi Tuhan. Terima Kasih, semoga bermanfaat bagi anda sekalian. (red).

MEMAKNAI KEMATIAN

Dzogchen Ponlop dalam Mind beyond death: “in order to die well, one must live well“.  Agar matinya indah, belajarlah hidup secara indah (baca: hidup penuh cinta). Makanya tidak sedikit guru meditasi yang menggunakan kematian sebagai sumber air perenungan yang tidak habis-habis. Pertama-tama meditator membayangkan tubuhnya mati. Badan kaku, warnanya membiru, orang-orang dekat menangis dan seterusnya.

Diterangi cahaya keikhlasan, kematian terlihat sebagai kembalinya unsur-unsur badan ke rumah aslinya. Unsur tanah kembali ke tanah, unsur air kembali ke air, unsur api kembali ke api, unsur udara kembali ke udara, unsur ruang kembali ke ruang. Dalam bahasa tetua Bali, kematian disebut mulih ke desa wayah (pulang ke rumah sesungguhnya).

Ia yang  merenungkan kematian dalam-dalam, jadi lebih tenang, santun, baik, rendah hati. Bukankah ketenangan dan kebajikan adalah teman paling berguna dalam kematian? Di samping itu kematian juga berubah wajah menjadi guru simbolik yang membimbing menapaki tangga-tangga kemulyaan. Mungkin ini sebabnya St. Paul pernah mengemukakan l die every day. Oleh karena itu mari dari sekarang kita berusaha melakukan kebaikan setiap saat, dengan membayangkan kematian datang hari ini. Semoga Bermanfaat.
      

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons